Skip to main content

Aspek Hukum dalam Jasa Konstruksi


ASPEK HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI
Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum :
1.    Keperdataan ; menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan kontrak pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.
2.    Administrasi Negara; menyangkut tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam memenuhi proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang konstruksi.
3.    Ketenagakerjaan : menyangkut tentang aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja pelaksana jasa konstruksi.
4.    Pidana : menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut ranah pidana
Aspek Hukum Perdata
Pada umumnya adalah terjadinya permasalahan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan (kontrak), baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.
Aspek Hukum Pidana
Bilamana terjadi cidera janji terhadap kontrak, yakni tidak dipenuhinya isi kontrak, maka mekanisme penyelesaiannya dapat ditempuh sebagaimana yang diatur dalam isi kontrak karena kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang memembuatnya.
Aspek Sanksi Administratif
Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran Undang-Undang Jasa Konstruksi yaitu ;
1.    Peringatan tertulis
2.    Penghentian sementara pekerjaan konstruksi
3.    Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi
4. Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi pengguna jasa.
5.    Pembekuan Izin Usaha dan atau Profesi
6.    Pencabutan Izin Usaha dan atau Profesi
KONTRAK FIDIC
Dalam perkembangannya, FIDIC merupakan perkumpulan dari asosiasi-asosiasi nasional para konsultan (Consulting engineers) seluruh dunia. Dari asalnya sebagai suatu organisasi Eropa, FIDIC mulai berkembang setelah Perang Dunia ke II dengan bergabungnya Inggris pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat pada tahun 1958, dan baru pada tahun 70-an bergabunglah negara-negara NIC, Newly Industrialized Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang berstandar internasional.
Dari keterangan-keterangan di atas kita bisa menarik kesimpulan hal-hal yang di terapkan dalam kontrak Internasional:
1.    Syarat-syarat umum kontrak mengatur hak dan kewajiban para pihak (Pemakai Jasa dan Pemberi Jasa) secara lengkap, terperinci serta mencerminkan keadilan dan kesetaraan kedudukan para pihak. Misalnya: Para pihak berhak untuk manangguhkan pekerjaan atau memutuskan kontrak.
2.    Hal-hal khusus sehubungan dengan sifat pekerjaan yang memerlukan pengaturan khusus, dijabarkan dalam Syarat-Syarat Khusus.
3.    Besaran-besaran yang menyangkut Jaminan Ganti Rugi Waktu Pelaksanaan, Waktu Penyerahan Lahan, Masa Jaminan atas Cacat, Besarnya Nilai Retensi, semuanya dicantumkan dalam suatu daftar yang disebut Lampiran (Appendix) sehingga memudahkan mencarinya.
4.    Bahasa yang dipakai adalah bahasa Inggris yang mudah dimengerti dan hampir-hampir tak mungkin diartikan lain. Kata-kata/istilah tertentu diberikan definisi yang jelas.
5.    Penyelesaian perselisihan/sengketa, tak ada satupun yang memilih Pengadilan (Court). Semuanya memilih Arbitrase. Pilihan badan, proses dan tata cara serta prosedur Arbitrase diatur secara rinci.
6.    Istilah “Masa Pemeliharaan” yang biasa kita kenal di ganti dengan istilah “Masa Tanggung Jawab Atas Cacat (Defect Liability Period)” yang memang rasanya lebih tepat kecuali Standar SIA 80 yang masih menggunakan istilah “Maintenance Period”.
7.    Istilah “Denda (Penalty)” yang lazim kita kenal, tidak lagi di gunakan, diganti dengan istilah “Ganti Rugi Atas Kelambatan (Liquidity Damages for Delay)” atau “Liquidity and Ascertain Damages for Delay”.

KLAIM KONSTRUKSI
Klaim konstruksi dapat terjadi antar para pihak yang berkontrak. Tegasnya klaim mungkin saja datang dari pihak Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa atau sebaliknya. Jadi tidak benar bila klaim hanya datang dari pihak Pengguna Jasa atau sebaliknya hanya Pengguna Jasa yang boleh mengajukan klaim. Disamping itu klaim dapat juga terjadi dari pihak lain diluar kontrak seperti Konsultan Pengawas/Perencana, para Sub Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa. Arti klaim sesungguhnya adalah permintaan/permohonan mengenai biaya, waktu dan atau kompensasi pelaksanaan diluar ketentuan tercantum dalam kontrak konstruksi. Jadi adalah suatu kekeliruan/salah pengertian yang menganggap klaim adalah suatu tuntutan. Memang benar klaim adakalanya berakhir dengan suatu tuntutan baik melalui suatu Badan Peradilan atau Lembaga Arbitrase apabila permintaan tersebut tidak dikabulkan. Pengajuan klaim dapat dengan berbagai cara dan yang paling sederhana berupa permintaan lisan sampai dengan permintaan yang disusun secara tertulis lengkap dengan data pendukungnya.
Para pihak didalam suatu kontrak konstruksi lebih menyukai pemecahan secara damai tanpa melalui Badan Peradilan. Mereka menginginkan terdapat keputusan yang cepat, karena penyelesaian melalui Pengadilan disamping memakan waktu dan biaya, permasalahannya semakin terbuka untuk umum. Penyelesaian melalui Arbitrase lebih disukai karena disamping waktu lebih pendek, para arbiter dapat dipilih yang profesional dan keputusannya adalah final dan mengikat para pihak. Upaya hukum dalam bentuk apapun bila telah keluar keputusan arbitrase tidak diperkenankan (berbeda dengan Pengadilan yang memungkinkan banding, kasasi atau Peninjauan Kembali).
Klaim tidak lebih dari suatu permintaan atau pemohonan mengenai biaya, waktu atau kompensasi pelaksanaan atas sesuatu yang telah diberikan atau dimaksud dari salah satu pihak dalam kontrak kepada pihak lain. Klaim-klaim dapat disajikan dalam setiap macam bentuk, mulai dari yang tidak resmi atau bahkan permintaan lisan sampai kepada paket dokumen klaim yang disusun secara rapi. Kesalahan konsep yang biasa terjadi adalah klaim itu secara alamiah adalah berupa tuntutan hukum dengan pengertian salah satu pihak menggugat pihak lain atas suatu kerusakan dalam rasa hukum. Sebetulnya bukan ini kasusnya. Walaupun beberapa klaim memburuk sampai suatu titik dimana permintaan membutuhkan tindakan hukum atau arbitrase, kebanyakan diselesaikan jauh sebelum hal ini terjadi. Kebanyakan mayoritas klaim yang diprakarsai oleh Pengguna/ Penyedia Jasa diselesaikan melalui perundingan mematuhi ketentuan-ketentuan atau pendekatan yang disetujui bersama mengenai waktu dan biaya pelaksanaan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.
Kategori Klaim
1.    Dari Pengguna Jasa terhadap Penyedia Jasa berupa :
·         Pengurangan nilai kontrak
·         Percepatan waktu penyelesaian pekerjaan
·         Kompensasi atas kelalaian Penyedia Jasa
2.    Dari Penyedia Jasa terhadap Pengguna Jasa berupa :
·         Tambahan waktu pelaksanaan pekerjaan
·         Tambahan kompensasi
·         Tambahan konsesi atas pengurangan spesifikasi teknis atau bahan.
Sebab-sebab timbulnya Klaim
1.    Dari pihak Pengguna Jasa
·         Pekerjaan yang dilaksanakan Penyedia Jasa cacat atau kurang sempurna.
·         Penyedia jasa terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak
·         Pemutusan kontrak
2.    Dari pihak Penyedia Jasa
·         Kelambatan atau cacat informasi yang harus diserahkan Pengguna Jasa seperti gambar-gambar atau spesifikasi.
·         Kelambatan atau cacat dari bahan atau peralatan yang harus disediakan Pengguna Jasa.
·         Perubahan ketentuan-ketentuan, gambar-gambar atau spesifikasi teknis.
·         Perubahan atau keadaan lapangan yang tidak diketahui
·         Reaksi dari pengaruh pekerjaan yang berturutan.
·         Larangan metode kerja tertentu termasuk kelambatan atau percepatan dari pelaksanaan proyek.
·         Kontrak yang kurang jelas/perbedaan penafsiran.


Contoh Kasus
Sebuah proyek pembangunan Ruko di daerah BSD (Bumi Serpong Damai) dengan kontrak lump sum di berikan kepada Penyedia Jasa A. Proyek ini harus selesai pada bulan Desember 2006.
Pada saat pekerjaan galian untuk pondasi dilakukan ternyata terjadi bencana banjir yang mengakibatkan tanah yang sudah di gali kembali menutup lubang – lubang galian. Sehingga Penyedia Jasa harus mengulang pekerjaan tersebut dari awal setelah banjir itu surut. Berdasarkan hal tersebut maka Penyedia Jasa tersebut mengajukan klaim perpanjangan waktu dan tambahan biaya sebagai berikut :
1. Klaim Perpanjangan Waktu
a. Tambahan waktu untuk mengulang pekerjaan galian.
b. Tambahan waktu untuk pekerjaan lain akibat tertundanya pekerjaan galian tersebut.
2. Klaim Tambahan Biaya
a.Tambahan biaya karena waktu pelaksanaan berubah
b. Sewa tambahan alat – alat berat untuk mempercepat pekerjaan
c. Biaya tambahan untuk operator alat berat
Oleh karena klaim – klaim tersebut didukung data yang akurat, hampir seluruhnya diterima dan dibayarkan oleh Pengguna Jasa. Ditambah dengan klaim – klaim lain, seluruh klaim yang berdasarkan data yang akurat seluruhnya diterima. Dan akhirnya proyek tersebut selesai tepat waktu yaitu pada bulan Juni 2007 sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.
2. Jenis-jenis klaim
a. Klaim tambahan biaya dan waktu; Diantara beberapa jenis klaim, akan ditinjau 2 (dua) jenis klaim yang sering terjadi yaitu klaim yang timbul akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Klaim jenis ini biasanya mengenai permintaan tambahan waktu dan tambahan biaya.
b. Klaim biaya tak langsung (Overhead); Selain itu terdapat pula jenis klaim lain sebagai akibat kelambatan tadi, klaim atas biaya tak langsung (overhead). Penyedia jasa yang terlambat menyelesaikan suatu pekerjaan karena sebab-sebab dari pengguna jasa, meminta tambahan biaya overhead dengan alasan biaya ini bertambah karena pekerjaan belum selesai.
c. Klaim tambahan waktu (tanpa tambahan biaya); Walaupun klaim kelembatan kelihatannya sederhana saja, namun dalam kenyataannya tidak demikian. Misalnya penyedia jasa hanya diberikan tambahan waktu pelaksanaan tanpa tambahan biaya karena alasan-alsan tertentu.
d. Klaim kompensasi lain; Dilain kejadian penyedia jasa selain mendapatkan tambahan waktu mendapatkan pula kompensasi lain.
Ada kalanya penyedia jasa tidak mendapatkan seluruh klaim kelambatan yang diminta karena tidak seluruh kelambatan tersebut kesalahan pengguna jasa. Penyedia jasa juga mempunyai andil dalam kelambatan tersebut yang terjadi secara tumpang tindih.

Analisis Klaim
Bila suatu klaim muncul, misalkan dari Penyedia jasa kepada Pengguna Jasa (ini yang sering terjadi) maka klaim tersebut harus dianalisis dengan cermat.
Pertama-tama Pengguna Jasa harus meneliti apakah klaim tersebut berdasarkan fakta yang dapat dibuktikan. Kemudian dianalisis dasar hukumnya seperti kesesuaian dengan kontrak atau peraturan perundang-undangan dan akhirnya tentu saja meng-analisis biaya yang diminta. Membuktikan apakah klaim tersebut berdasarkan fakta serta sesuai kontrak tidaklah terlalu sukar karena rujukannya jelas.
Akan tetapi analisis biaya tidaklah mudah dan dapat bervariasi sesuai kecerdikan Penyedia Jasa seperti memasukkan tambahan biaya untuk pekerjaan yang sesungguhnya tidak berubah tapi terpengaruh pelaksanaannya karena ada pekerjaan yang berubah. Kemudian Penyedia Jasa juga klaim biaya sewa alat yang menganggur/idle, biaya overhead, tambahan biaya uang karena ada perpanjangan waktu dlsb.

SENGKETA KONSTRUKSI
Dari uraian tentang Klaim Konstruksi telah diketahui bahwa pengertian klaim sesungguhnya adalah sebuah permintaan (claim is a demand) mengenai tambahan kompensasi waktu, biaya atau bentuk lain antara pihak yang berkontrak. Dalam suatu Proyek Konstruksi, klaim bukanlah tuntutan atau gugatan yang terlanjur dianggap benar di negeri kita. Namun tidak selalu klaim tersebut dapat diselesaikan atau dipenuhi. Dalam hal klaim tersebut tidak terpenuhi atau terselesaikan, maka hal itu berarti telah terjadi sengketa antara para pihak yang berkontrak. Inilah yang dimaksudkan dengan sengketa konstruksi yaitu sengketa yang terjadi dalam Industri Konstruksi. Sengketa ini harus diselesaikan
Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Konstruksi
Penyelesaian sengketa konstruksi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu melalui :
§  Badan Peradilan (Pengadilan)
§  Arbitrase (Lembaga atau Ad Hoc)
§  Alternatif Penyelesaian Sengketa

.
DAFTAR PUSTAKA



Comments

Popular posts from this blog

PERBEDAAN UMUR PENCAPAIAN KUAT TEKAN BETON DARI PEREKAT SEMEN OPC, PPC DAN PCC

Abstrak : Di pasaran sangat sulit mendapatkan Semen Portland tipe I (OPC), yang beredar saat ini adalah PPC (portland pozollan cement) dan PCC (portland composite cement). Semen jenis inilah yang saat ini dipergunakan sebagai bahan perekat dalam campuran beton. Pada usaha ready mix juga terjadi persaingan yang demikian ketat, sehingga untuk dapat tetap eksis mereka mensubstitusikan semen dengan fly ash ( abu terbang ) untuk mendapatkan harga lebih kompetitif. Permasalahan muncul di lapangan pada saat pengetesan benda uji kubus maupun silinder, yaitu pengujian sampel beton dalam berbagai umur. Sering didapatkan data uji pada umur 3, 7, 14 hari bahwa kuat tekan beton sesuai dengan kuat tekan rencana bahkan lebih besar. Namun pada pengujian sampel yang berumur 28 hari sering menghasilkan nilai yang lebih kecil dari mutu rencana. Untuk menetukan nilai kuat tekan pengujian pada umur kurang dari 28 hari dikonversi dengan koefisien umur dan kuat tekan yang dikutif dari PBI 71. Benda uj