Abstrak : Di pasaran sangat sulit mendapatkan Semen
Portland tipe I (OPC), yang beredar saat ini adalah PPC (portland pozollan cement) dan PCC (portland composite cement).
Semen jenis inilah yang saat ini dipergunakan sebagai bahan perekat dalam
campuran beton. Pada usaha ready mix juga terjadi persaingan yang demikian
ketat, sehingga untuk dapat tetap eksis mereka mensubstitusikan semen dengan fly ash (abu terbang) untuk mendapatkan harga lebih kompetitif.
Permasalahan
muncul di lapangan pada saat pengetesan benda uji kubus maupun silinder, yaitu
pengujian sampel beton dalam berbagai umur. Sering didapatkan data uji pada
umur 3, 7, 14 hari bahwa kuat tekan beton sesuai dengan kuat tekan rencana
bahkan lebih besar. Namun pada pengujian sampel yang berumur 28 hari sering
menghasilkan nilai yang lebih kecil dari mutu rencana. Untuk menetukan nilai
kuat tekan pengujian pada umur kurang dari 28 hari dikonversi dengan koefisien
umur dan kuat tekan yang dikutif dari PBI 71. Benda uji kubus yang dipergunakan
dalam PBI 71 berasal dari semen tipe I. Oleh karena kontroversi tersebut
penulis ingin mendapatkan jawaban mengapa bisa terjadi permasalahan seperti di
atas.
PPC
maupun PCC merupakan Semen Portland Pozolan. Dari beberapa penelitian terhadap
kuat tekan beton yang dihasilkan dari material pozolan sebagai pengganti
sebagian semen antara lain : fly ash, coverslag, spent catalis, serbuk batu
tabas, dan portland pozolan cement. Semua penelitian yang telah dilakukan oleh
Barkiah (2003), Suryabermansyah (2002), Sihotang (2008), Intara (2010), dan
Salain (2007) mendapatkan bahwa, pada umur-umur awal (sebelum 28 hari) beton
yang menggunakan pozolan sebagai substitusi semen menghasilkan nilai kuat tekan
lebih rendah daripada beton dengan campuran semen tipe I (semen normal/Ordinary
Portland Cement). Peningkatan kuat tekan terjadi setelah umur 28 hari.
Kata
kunci : Beton, Pozolan, Umur beton, Kuat tekan beton
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di
Bali pada tahun terakhir ini pembangunan berkembang begitu pesatnya, hal ini
secara langsung menyebabkan pelaksanaan pekerjaan konstruksi juga demikian
banyaknya. Konstruksi beton bertulang menjadi pilihan utama, sehingga kebutuhan
komponen beton semakin besar. Semen yang merupakan salah satu material beton
menjadi semakin mahal, dengan demikian muncul persaingan dipasaran konstruksi.
Dipasaran umum sangat sulit mendapatkan Semen Portland tipe I (OPC), yang
beredar saat ini adalah PPC (portland pozollan cement) dan PCC (portland
composite cement). Semen jenis inilah yang saat ini dipergunakan sebagai bahan
perekat dalam campuran beton. Pada usaha ready mix juga terjadi persaingan yang
demikian ketat, sehingga untuk dapat tetap eksis mereka mensubstitusikan semen
dengan fly ash untuk mendapatkan harga lebih kompetitif.
Permasalahan
muncul di lapangan pada saat pengetesan benda uji kubus maupun silinder, yaitu
pengujian sampel beton dalam berbagai umur. Sering didapatkan data uji pada
umur 3, 7, 14 hari bahwa kuat tekan beton sesuai dengan kuat tekan rencana
bahkan lebih besar. Namun pada pengujian sampel yang berumur 28 hari sering
menghasilkan nilai yang lebih kecil dari mutu rencana. Untuk menetukan nilai
kuat tekan pengujian pada umur kurang dari 28 hari dikonversi dengan koefisien
umur dan kuat tekan yang dikutif dari PBI 71. Benda uji kubus yang dipergunakan
dalam PBI 71 berasal dari semen type I. Oleh karena kontroversi tersebut
penulis ingin mendapatkan jawaban mengapa bisa terjadi permasalahan seprti
daiatas.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah :
-
Apakah kandungan semen PPC dan PCC
itu?
-
Berapa umur pencapaian kuat tekan
beton dari semen PCC, dan PPC ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui :
-
Kandungan semen PPC dan PCC
-
Umur
pencapaian kuat tekan beton dari Semen PCC, dan PPC ?
1.4 Manfaat
Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari
peneltitian ini adalah :
- Supaya
pelaku konstruksi mengetahui kandungan semen PPC dan PCC
-
untuk mendapatkan jawaban tentang
umur pencapaian kuat tekan beton dari semen PCC dan PPC
2.METODE PENELITIAN
2.1 Mempelajari daftar pustaka
Dalam
penelitian ini dilakukan dengan merujuk berbagai literatur dan penelitian yang
terkait dengan umur dan kuat tekan beton. Beton yang dimaksud adalah yang
berasal dari semen portland type I dan semen portland pozolan.
2.2 Menganalisis dan mereview
literatur
Setelah
mendapatkan literatur tentang penelitian dan pengujian beton dari semen
portland tipe I maupun semen portland pozolan, kemudian melakukan anlisis dan
perbandingan terhadap umur dan jenis semen yang digunakan dalam beton.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Portland Pozolan Cement (PPC)
Semen
Portland Pozzolan adalah semen hidrolis yang terdiri dari campuran homogen
antara semen Portland dan Pozzolan halus, yang diproduksi dengan menggiling
klinker semen Portland dan Pozzolan bersama-sama atau mencampur secara rata
bubuk semen Portland dan Pozzolan atau gabungan antara menggiling dan
mencampur, dimana kadar pozzolan 15 s.d 40% massa Semen Portland Pozzolan.
3.2 Semen Portland Komposit (PCC) : Semen Portland Komposit adalah bahan
pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak Semen Portland dan
gipsum dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran bubuk
Semen Portland dengan bubuk bahan anorganik lain.
3.3 Pozolan
Pozzolan adalah suatu material yang berupa mineral yang dapat bersifat semen bila
bereaksi dengan senyawa yang eksotermik atau senyawa yang terdapat dalam semen.
Dewasa ini telah banyak diteliti material cementitous antara lain: fly ash, copper slag, iron slag, dan silica fume.
3.3.1 Fly
ash
Fly ash atau disebut
abu terbang adalah merupakan produk
sampingan (limbah padat) dari proses pembakaran batu bara untuk pembangkit
tenaga listrik uap. Secara fisik abu terbang berbentuk bubuk halus dengan
distribusi diameter berkisar antara 0,3 – 20 mm. Telah dilakukan penelitian terhadap penggunaan fly ash sebagai pengganti semen oleh
Barkiah (2003). Mutu beton rencana 35 MPa, Agregat kasar (kerikil alami),
agregat halus (pasir alami), semen Portland tipe 1 merk tiga roda, Abu terbang
yang dipakai dalam penelitian ini adalah dari sisa pembakaran batu bara pada
PLTU Asam-asam, dan air PDAM dari Lab Struktur Fakultas Teknik Unlam Banjar
Baru.
Hasil penelitiannya mendapatkan
komposisi optimal fly ash yang
diperlukan sebesar 25% untuk menghasilkan peningkatkan kuat tekan beton sebesar
8,78% seperti terlihat pada Grafik 3.1 yang dengan jelas menunjukkan terjadi peningkatan kuat tekan beton setelah umur 28 hari, sebelumnya justru yang terjadi adalah kuat tekan beton
flyash lebih rendah daripada beton normal.
Gambar 2.1 Hubungan umur terhadap
kuat tekan benda uji beton campuran fly
ash [Barkiah, 2003]
3.3.2 Copper
slag
Copper
slag merupakan salah satu produk yang diperoleh dari pabrik pengolahan atau
pemurnian tembaga dan juga sebagai residu dari pabrik semen. Bahan ini telah
digunakan sebagai material admixture pengganti semen pada produksi beton mutu
tinggi. Telah dilakukan penelitian terhadap penggunaan slag sebagai pengganti sebagian semen oleh Suryabermansyah (2002).
Mutu beton rencana adalah 60 MPa (PC1-00) dan 70 Mpa (PC2-00) dengan fas 0,29
dan 0,25. Dalam penelitian tersebut kuat tekan beton standar yang dicapai f’c
=58,99 MPa dan f’c =64,43 MPa pada umur 28 hari lebih rendah dari kuat rencana
(mix desain f’c = 60 MPa dan 70 MPa). Kuat
tekan beton slag pada umur 28 hari adalah
sebesar 70,45 MPa (SCL1-20) dan
74,70 MPa (SCL2-20). Sebelum umur 28 hari kuat tekan beton slag masih lebih
rendah daripada beton normal dapat dilihat pada Grafik 2.2.
Gambar 3.2 Hubungan umur terhadap
kuat tekan benda uji beton campuran copper
slag [Suryabermansyah, 2002]
3.3.3 Spent Catalyst RCC-15
Dalam
pengolahan minyak bumi, Residu Catalystic Cracker 15 (RCC-15) berfungsi untuk
memecahkan hidrokarbon rantai panjang menjadi rantai pendek dengan menggunakan aktivator katalis serta
hidrogen.
Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa spent catalyst RCC-15 memiliki kandungan silika oksida dan aluminium
oksida yang cukup tinggi. Berdasarkan kandungan kimia tersebut, khususnya SiO2
yang cukup tinggi, maka diperkirakan spent catalyst
dapat berfungsi sebagai pozolan, yang
dapat menggantikan sebagian semen pada
campuran beton.
Sihotang
(2008) melakukan penelitian terhadap spent
catalyst yang berasal dari limbah Pertaminan UP VI Balongan Indramayu.
Material pembentuk beton terdiri dari agregat kasar batu pecah Cipatik Padalarang,
agregat halus pasir Galunggung, semen portland tipe I. Benda uji berbentuk
silinder dengan tinggi 200 mm dan diameter 10 mm, dengan kuat tekan rencana f’c
= 20 Mpa dan komposisi campuran beton ditunjukkan dalam tabel 2.7. Nilai slump
75-100 mm. Variasi umur beton 7, 14 dan 28 hari.
Dalam
penelitian ini kuat tekan beton standar yang dicapai f’c =20,85 MPa pada umur
28 sedikit lebih besar dari kuat rencana (mix desain f’c = 20 MPa). sedangkan
beton dengan substitusi parsial spent
catalyst (SC)15% sebesar 23,11 Mpa dapat
dilihat dalam Gambar 2.3, jadi lebih tinggi sebesar 10,84% daripada kuat
tekan beton standar. Kuat tarik belah dan modulus elastisitas beton standar
umur 28 hari adalah 2,19 MPa dan 21220 MPa, sedangkan SC 15 2,37 MPa dan 22697
MPa seperti terlihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Hubungan Umur dan Kuat
Tekan Beton
3.3.4 Serbuk Batu Tabas
Pengujian dilakukan terhadap benda uji yang berbentuk
silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm dari campuran beton dalam
variasi serbuk batu tabas 0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Pengujian dilakukan
dalam 2 (dua) variasi umur, yaitu 28 hari dan 56 hari, masing-masing perlakuan
5 buah benda uji. Hasil rata-rata dari benda uji yang memenuhi syarat
diperlihatkan pada gambar 3.4
Gambar 3.4 Diagram pencar persentase
batu tabas dengan kuat tekan beton
Dari data di atas terlihat bahwa
pada umur 28 hari kuat tekan beton menurun secara linear seiring dengan
pengurangan semen yang digantikan oleh serbuk batu tabas yaitu dari 30,56 Mpa
sampai 18 Mpa. Dengan bertambahnya umur beton kuat tekan beton juga meningkat. Pada umur 56 hari terjadi peningkatan sebesar 18,57% terhadap benda
uji standar (0%) pada BT 5%, kemudian pada BT10% masih lebih tinggi 2,39 % terhadap BT0%. (Intara, 2010)
3.3.5 Portland Pozolan Cement
Penelitian tentang perbandingan kuat
tekan dan permeabilitas dari beton yang dibuat dengan menggunakan PPC dengan
beton yang dibuat dengan menggunakan PCI pada umur hidrasi 3, 7, 28 dan 90 hari
pernah dilakukan oleh Salain (2007). Diketahui bahan PPC memiliki karakter dan
properti yang berbeda dibandingkan dengan semen portland umum, yaitu merupakan
campuran dari klinker semen portland dengan bahan yang mempunyai sifat pozolan.
Hasil uji kuat tekan beton yang
dibuat dengan menggunakan semen PPC maupun PCI pada umur uji 3, 7, 28 dan 90 hari
ditampilkan pada Gambar 3.4. Dari gambar tersebut secara umum dapat dilihat
bahwa kuat tekan beton meningkat dengan bertambahnya umur hidrasi. Hal ini
terjadi baik pada beton yang dibuat dengan menggunakan PPC maupun beton yang
menggunakan PCI. Namun demikian, terlihat juga bahwa perkembangan kuat tekan beton yang
menggunakan PPC relatif lebih lambat di umur awal bila dibandingkan dengan yang
menggunakan PCI. Sampai dengan umur 7 hari, beton yang menggunkan PPC menghasilkan kuat tekan yang lebih
rendah, sekitar 15%, dibandingkan dengan yang menggunakan PCI. Pada umur 28 dan
90 hari beton yang menggunakan PPC menghasilkan kuat tekan sebesar
berturut-turut 41 dan 46 MPa, lebih tinggi sebesar 10% dan 8% dibandingkan
beton PCI.
3.3.6 Reaksi
Hidrasi cementitious material
Pada
saat hidrasi terjadi dua tahap reaksi yaitu reaksi primer berupa pembentukan
C-S-H oleh semen kemudian dilanjutkan dengan reaksi skunder berupa pengikatan
Ca(OH)2 oleh silica aktif dari bahan
cementitous membentuk gel C-S-H.
Umumnya reaksi skunder terjadi setelah umur 28 hari Hal ini dapat disebabkan
karena kehadiran cementitous material menghambat proses hidrasi pada umur awal (PEDC,
1987), sehingga proses pengerasan yang terjadi belum sempurna [Salain, 2007],
dimana C-S-H skunder sudah merapat dan memenuhi rongga-rongga dalam beton
seiring dengan pengerasan beton. Sisa
bahan cementitous yang tidak bereaksi
puzzolanic akan mengisi pori-pori di antara agregat, semua ini
memperkecil nilai porositas,
permeabilitas mengakibatkan beton menjadi kedap, dan kuat tekan meningkat
[Anggraini,2003].
Di samping itu, dalam pozzolan juga
terdapat mineral alumina atau oksida besi, dimana gabungan antara silika amorf,
alumina dan oksida besi itu dengan kapur akan membentuk senyawa kompleks yang
mengeras pula [PEDC, 1987].
4. SIMPULAN DAN
SARAN
4.1 SIMPULAN
Dari
pembahasan di atas dapat dismpulkan beberapa hal tentang permasalahan yang dipertanyakan dalam
pendahuluan :
4.1.1 Semen
PPC dan PCC
PPC
adalah Semen Portland Pozzolan yaitu semen hidrolis yang terdiri dari campuran
homogen antara semen Portland dan Pozzolan halus, yang diproduksi dengan
menggiling klinker semen Portland dan Pozzolan bersama-sama atau mencampur
secara rata bubuk semen Portland dan Pozzolan atau gabungan antara menggiling
dan mencampur, dimana kadar pozzolan 15 s.d 40% massa Semen Portland Pozzolan.
PCC adalah semen Portland Komposit
adalah bahan pengikat hidrolis hasil penggilingan bersama-sama terak semen
Portland dan gipsum dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau hasil
pencampuranbubuk semen Portland dengan bubuk bahan anorganik lain yang bersifat
pozolant.
4.1.2 Hubungan Kuat Tekan Beton
terhadap Umur Beton
Menurut sub bab diatas disimpulkan
bahwa PPC maupun PCC merupakan Semen Portland Pozolan. Dari beberapa penelitian
terhadap kuat tekan beton yang dihasilkan dari material pozolan sebagai
pengganti sebagian semen antara lain : fly ash, coverslag, spent catalis,
serbuk batu tabas, dan portland pozolan cement. Semua penelitian yang
telah dilakukan oleh Barkiah (2003), Suryabermansyah (2002),
Sihotang (2008), Intara (2010), dan Salain (2007) mendapatkan bahwa, pada
umur-umur awal (sebelum 28 hari) beton yang menggunakan pozolan sebagai
substitusi semen menghasilkan nilai kuat tekan lebih rendah daripada beton
dengan campuran semen tipe I (semen normal/Ordinary Portland Cement).
Peningkatan kuat tekan terjadi setelah umur 28 hari. Juga dijelaskan bahwa pada
saat hidrasi terjadi dua tahap reaksi yaitu reaksi primer berupa pembentukan
C-S-H oleh semen kemudian dilanjutkan dengan reaksi skunder berupa pengikatan
Ca(OH)2 oleh silica aktif dari bahan
cementitous membentuk gel C-S-H.
Umumnya reaksi skunder terjadi
setelah umur 28 hari Hal ini dapat disebabkan oleh kehadiran cementitous material menghambat proses
hidrasi pada umur awal (PEDC, 1987), sehingga proses pengerasan yang terjadi
belum sempurna
Dengan demikian, tidaklah layak
menggunakan konversi kuat tekan terhadap umur yang direkomendasikan dalam PBI
71. Di dalam PBI 71 sudah jelas menyebutkan bahwa angka konversi tersebut
diberlakukan untuk kubus beton dari campuran semen portland tipe I (OPC).
4.2 SARAN
Sesuai simpulan diatas bahwa
konversi umur dan kuat tekan dalam PBI 71 tidak layak digunakan untuk beton
dari campuran semen pozolan,maka kami sarankan beberapa hal antara lain;
1. Perlu dilakukan penelitian terhadap
kuat tekan beton pada umur seperti yang tercantum dalam PBI 71 yaitu umur 3, 7,
14, 28, 56, 90, dan 365 hari, dengan komposisi substitusi semen maksimum 20%.
2.
Dalam aplikasi dilapangan agar
diperhatikan
umur pembongkaran begisting bila
menggunakan semen PPC ataupun PCC,
mempertimbangkan umur pencapaian kekuatan tekan beton.
3. Pada konstruksi lantai 2 atau lebih
sebaiknya tetap diberikan perkuatan atau suporting pada lantai di bawahnya bila
akan dibebani pada lantai diatasnya,bila menggunakan semen PPC ataupun PCC.
DAFTAR PUSTAKA
[1]Anonim,
2008, Potensi Bangunan,
www_pertambangan-jatim
[2]Anonim,1987,
Teknologi Bahan , DepDikBud PEDC, Bandung
[3]Anonim,2002,
Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
Untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002, Badan Standardisasi Nasional,
Jakarta.
[4]Anonim,2004,
Semen portland SNI 15-2049-2004, Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
[5]Anonim,2004,
Semen portland pozolan SNI 15-0302-2004, Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta.
[6]Barkiah
I, 2003, Studi Laju Peningkatan Kekuatan
Tekan Beton yang memakai Abu Terbang, Fakultas Teknik Unlam, Banjarmasin
[7]Bermansyah
S, 2002, Sifat mekanis Beton Mutu Tinggi Dengan Campuran Copper Slag Sebagai
Cementitious Material, Teknik Sipil Universitas
Syiah Kuala.
[8]Hadi S., 2004, Analisa
Regresi, Andi, Yogyakarta. [9]Intara, 2010, Pengaruh Serbuk Batu Tabas Sebagai Substitusi Parsial Semen terhadap Kuat Tekan
Beton, Politeknik Negeri Bali.
[10]Kusuma
G. H., 1994, Pedoman Pengerjaan Beton,
Erlangga, Jakarta
[11]Muljono
T, 2004, Teknologi Beton, Andi,
Yogyakarta
[12]Murdock,
L.J. dan Brook, K.M. 1991. Bahan dan Pratek beton. terjemahan Stephanus
Hendarko. Jakarta: Erlangga.
[13]Nugraha
P, 2007, Teknologi Beton Dari Material,
Pembuatan, Ke Beton Kinerja Tinggi, Universitas Kristen Indonesia, Andi
Offset, Yogjakarta.
[14]Salain
I.M.A.K., 2007, Kekuatan Serta Produk
Hidrasi Dari Campuran Terak Tanur Tinggi
Dan Abu Terbang Yang Dihasilkan Melalui Teknologi Pembakaran Bantalan Yang
Difluidasi, Prosiding Konferensi Nasional Pengembangan Infrastruktur Berkelanjutan, Program Magister Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Udayana, Hotel Sahid, Kuta, Bali.
[15]Stanislaus S.U.
2006. Pedoman Analisis Data Dengan
SPSS. Graha Ilmu. Yogyakarta [16]Sugiyono.
2006, Statistika Untuk Penelitian. CV
Alfabetha. Bandung
[17]Sunaryo
G, 2007, Rancangan Campuran Batu Padas
Buatan Jenis Kelating Dengan Memanfaatkan Limbah Batu Tabas, Tesis Magister Teknik Sipil Universitas
Udayana, Denpasar.
[18]Tjokrodimuljo
K, Teknologi Beton, Fakultas Teknik
Universitas Gajah Mada,Yogjakarta.
Comments
Post a Comment