SYARAT – SYARAT (PERTIMBANGAN) PERENCANAAN JEMBATAN YANG LAYAK
Ada beberapa aspek sebagai
syarat pertimbangan perencanaan jembatan yang layak, diantaranya sebagai
berikut :
1.
Kekuatan
Unsur Struktural dan Stabilitas Keseluruhan
Struktur harus
mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban pada kondisi ultimate dan
struktur sebagai satu kesatuan harus stabil pada pembebanan tersebut
2.
Kelayanan
Struktural
Bangunan bawah dan
pondasi harus berada dalam keadaan layan pada beban batas beban layan. Hal ini
berarti struktur tidak boleh mengalami retakan, lendutan atau getaran
sedemekian sehingga masyarakat menjadi khawatir atau jembatan menjadi tidak
layak untuk penggunaan atau mempunyai pengurangan berarti dalam umur kelayanan
3.
Keawetan
Bahan yang dipilih
harus sesuai untuk lingkungan, missal jembatan rangka baja yang di galvanisasi
tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan di dalam lingkungan laut agresif
garam yang dekat pantai.
4.
Kemudahan
Konstruksi
Pemilhan rencana
harus mudah dilaksanakan, rencana yang sulit akan dapat menyebabkan waktu
pengerjaan yang lama dan peningkatan biaya, sehingga harus di hindari sedapat
mungkin.
5.
Ekonomis
dapat diterima
Rencana termurah
yang sesuai pendanaan dan pokok-pokok rencana lainnya umumnya yang dipilih.
Penekanan harus di berikan pada biaya umur total struktur yang mencakup biaya
pemeliharaan dan tidak hanya biaya permulaan konstruksi.
6.
Estetika
Struktur jembatan
harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan
untuk dilihat.
PERATURAN
– PERATURAN LEGAL DALAM PERENCANAAN JEMBATAN
1.
Peraturan
Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS'92 dengan revisi Pada bagian 2
Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No.498/KPTSA,[12005)
2.
BMS’(2 dengan
revisi pada Bagian 6
Perencanaan Struktur Beton
jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTSAd/2004)
3.
BMS’92
dengan revisi pada Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005
(Kepmen PU No.498/KPTSAT/2005)
4.
Standar
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-1992)
5.
Standar
perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)
6.
Panduan Analisa Harga Satuan
No. 028/T/Bm/1995, Direktorat
Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan
Umum.
7.
SNI
1725-2016 Pembebanan Jembatan
8.
Surat
Edaran Dirjen Binamarga tentang Penyampaian Ketentuan Desain dan Revisi Jalan
dan Jembatan
9.
Perencanaan
dan pelaksanaan konstruksi jembatan gantung untuk pejalan kaki
10.
Rancangan
3 Penyambungan Tiang Pancang Beton Pracetak Untuk Fondasi Jembatan
11.
RSNI
T 12-2004 Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan
12.
RSNI
T-02-2005 Standar pembebanan untuk jembatan
13.
RSNI
T-03-2005 perencanaan struktur baja untuk jembatan
14.
SNI
2451-2008 Spesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai
dengan 25 m dengan pondasi tiang pancang
15.
SNI
2833-2008 Standar perencanaan tahan gempa untuk jembatan
16.
SNI
6747-2002 Tata cara perencanaan teknis pondasi tiang untuk jembatan
17.
Surat
Edaran Mentri PU 07SEM2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan jembatan
18.
Surat
Edaran Direktorat Jenderal Bina Marga tentang Tata Cara Pengecatan Elemen
Jembatan.
BAGIAN
– BAGIAN DARI KONSTRUKSI JEMBATAN
Bagian konstruksi jembatan dibagi menjadi
2, yaitu konstruksi bagian atas dan konstruksi bagian bawah.
Menurut
Siswanto (1993) struktur atas jembatan adalah bagian-bagian jembatan yang
memindahkan beban-beban lantai jembatan kearah perletakan. Bagian-bagian
struktur bangunan atas tersebut terdiri dari:
1. Trotoar
Jalur untuk pejalan kaki yang biasanya dibuat lebih
tinggi tapi tetap sejajar dengan jalan utama, tujuannya agar pejalan kaki lebih
aman dan bisa dilihat jelas oleh pengendara yang melintas.
2. Girder
Bagian pada struktur atas yang berfungsi untuk
menyalurkan beban kendaraan pada bagian atas ke bagian bawah atau abutment.
3. Balok Diafgrama
Bagian penyangga dari gelagar-gelagar jembatan yang
memanjang dan hanya berfungsi sebagai balok penyangga biasa bukan sebagai
pemikul beban plat lantai.
Bagian
konstruksi bawah adalah bagian yang berfungsi untuk memikul beban-beban pada
bangunan atas dan pada bangunan bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi.
Selanjutnya beban-beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah. Bagian-bagian
struktur bangunan bawah tersebut terdiri dari:
1. Pangkal
jembatan (Abutment)
a. Dinding belakang (Back wall)
b. Dinding penahan (Breast wall),
c. Dinding sayap (Wing wall)
d. Oprit, plat injak (Approach slab)
e. Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
f. Tumpuan (Bearing).
2. Pilar jembatan (Pier)
a. Kepala pilar (Pier Head),
b. Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau
portal,
c. Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
d. Tumpuan (Bearing).
3. Pondasi
Pondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar Berdasarkan
sistemnya, pondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa
macam jenis, antara lain :
a. Pondasi telapak (spread footing)
b. Pondasi sumuran (caisson)
c. Pondasi tiang (pile foundation)
d. Tiang pancang kayu (Log Pile),
e. Tiang pancang baja (Steel Pile),
f. Tiang pancang beton bertulang (Reinforced Concrete
Pile),
g. Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast
Prestressed Concrete Pile),
h. Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in
Place),
i. Tiang
pancang komposit (Compossite Pile),
BENTUK -
BENTUK JEMBATAN
Secara garis besar terdapat sembilan macam perencanaan
jenis jembatan yang dapat digunakan, yaitu:
1.
Jembatan balok (beam bridge)
Jembatan balok adalah jenis jembatan yang
paling sederhana yang dapat berupa balok dengan perletakan sederhana (simple
spens) maupun dengan perletakan menerus (continous spens). Jembatan balok
terdiri dari struktur berupa balok yang didukung pada kedua ujungnya, baik
langsung pada tanah/batuan atau pada struktur vertikal yang disebut pilar atau
pier. Jembatan balok tipe simple spans biasa digunakan untuk jembatan dengan
bentang antara 15 meter samapai 30 meter dimana untuk bentang yang kecil
sekitar 15 meter menggunakan baja (rolled-steel) atau beton bertulang dan
bentang yang berkisar sekitar 30 meter menggunakan beton prategang.
2.
Jembatan kantilever (cantilever bridges)
Jembatan kantilever adalah merupakan
pengembangan jembatan balok. Tipe jembatan kantilever ini ada dua macam yaitu
tipe cantilever dan tipe cantilever with suspended spans. Pada jembatan
kantilever, sebuah pilar atau tower dibuat masing-masing sisi bagian yang akan
disebrangi dan jembatan dibangun menyamping berupa kantilever dari
masing-masing tower. Pilar atau tower ini mendukung seluruh beban pada lengan
kantilever. Selama pembuatan jembatan kantilever sudah mendukung sendiri
beban-beban yang bekerja. Jembatan kantilever biasanya dipilih apabila situasi
atau keadaan tidak memungkinkan pengguna scaffolding atau pendukung-pendukung
sementara yang lainkarena sulitnya kondisi dilapangan. Jembatan kantilever
dapat digunakan untuk jembatan dengan bentang antara 400 m samapai 500 m.
Umumnya konstruksi jembatan kantilever berupa box girder dengan bahan beton
presstress pracetak.
3.
Jembatan lengkung (arch bridge)
Jembatan lengkung adalah suatu tipe
jembatan yang menggunakan prinsip kestabilan dimana gaya-gaya yang bekerja di
atas jembatan di transformasikan ke bagian akhir lengkung atau abutment.
Jembatan lengkung dapat dibuat dari bahan batu, bata, kayu, besi cor, baja
maupun beton bertulang dan dapat digunakan untuk bentang yang kecil maupun
bentang yang besar. Jembatan lengkung tipe closed spandrel deck arch biasa
digunakan untuk bentang hanya sekitar 0.5 m sampai 2 m dan biasa disebut dengan
gorong-gorong. Untuk bentang besar jembatan lengkung dapat digunakan untuk
bentang sampai 500 m.
4.
Jembatan rangka (truss bridge)
Jembatan rangka dibuat dari struktur
rangka yang biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat dengan menyambung
beberapa batang dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga.
Jembatan rangka biasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375m.
5. Jembatan gantung (suspension bridge)
5. Jembatan gantung (suspension bridge)
Jembatan gantung terdiri dari dua kabel besar atau kabel utama yang menggantung dari dua pilar atau tiang utama dimana ujung-ujung kabel tersebut diangkurkan pada fondasi yang biasanya terbuat dari beton. Dek jembatan digantungkan pada kabel utama dengan mengunakan kabel-kabel yang lebih kecil ukurannya. Pilar atau tiang dapat terbuat dari beton atau rangka baja. Struktur dek dapat terbuat dari beton atau rangka baja. Kabel utama mendukung beban struktur jembatan dan mentransfer beban tersebut ke pilar utama dan ke angkur. Jembatan gantung merupakan jenis jembatan yang digunakan untuk betang-bentang besar yaitu antara 500 m sampai 2000 m atau 2 km.
Jembatan kabel merupakan suatu pengembangan dari jembatan gantung dimana terdapat juga dua pilar atau tower. Akan tetapi pada jembatan kabel dek jembatan langsung dihubungkan ke tower dengan menggunakan kabel-kabel yang membentuk formasi diagonal. Kalau pada jembatan gantung struktur dek dapat terbuat dari rangka baja maupun beton, pada jembatan kabel umumnya deknya terbuat dari beton. Jembatan kabel ini juga digunakan untuk bentang-betang besar tetapi tidak sebesar bentang pada jembatan gantung. Besar bentang maksimum untuk jembatan kabel sekitar 500 m sampai 900 m.
7. Jembatan bergerak (movable bridges)
Jembatan
bergerak biasanya dibuat pada sungai dimana kapal besar yang lewat memerlukan
ketinggian yang cukup tetapi pembuatan jembatan dengan pilar sangat tinggi
dianggap tidak ekonomis. Ada tiga macam tipe jembatan bergerak yaitu: 1)
jembatan terbuka (bascule bridges) biasanya digunakan untuk bentang yang tidak
terlalu panjang dengan bentang maksimum 100 m. 2) Jembatan terangkat
vertikal atau vertical lift bridges biasanya digunakan untuk bentang yang lebih
panjang yaitu sekitar 175m, tetapi jarak bersih yang didapat tergantung dari
seberapa tinggi jembatan dapat dinaikan. Pada umumnya ketinggian maksimum untuk
mendapatkan jarak bersih adalah sekitar 40 m. 3) Jembatan berputar mempunyai
keuntungan karena kapal yang akan lewat tidak dibatasi ketinggiannya. Jembatan
berputar dapat digunakan dengan bentang sampai dengan 160 m.
8.
Jembatan terapung (floating bridges)
Jembatan terapung dibuat dengan mengikatkan dek jembatan pada ponton-ponton . Ponton-ponton ini biasanya jumlahnya banyak sehingga jika salah satu ponton terjadi kebocoran maka tidak begitu mempengaruhi atau membahayakan kestabilan jembatan apung secara keseluruhan. Kemudian ponton yang terjadi kebocoran ini dapat diperbaiki. Jembatan terapung pada mulanya banyak digunakan sebagai jembatan sementara oleh militer. Akan tetapi kini jembatan terapung banyak digunakan apabila kedalaman air yang akan dibuat jembatan cukup dalam dan kondisi tanah dasar sangat jelek sehingga sangat sulit untuk membuat fondasi jembatan. Saat ini ponton-ponton yang digunakan pada jembatan terapung dapat dibuat dari beton dimana bentang total dapat mencapai sebesar 2 km.
9. Jembatan kombinasi (combination bridges)
Jembatan kombinasi adalah jembatan yang menggunakan lebih dari satu jenis jembatan. Hal ini terutama untuk jembatan dengan bentang sangat besar dimana penggunaan satu jenis jembatan tidak ekonomis.
BEBAN -
BEBAN YANG BEKERJA DALAM PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN
Pembebanan berdasarkan peraturan yang dikeluarkan
Dirjen Bina Marga Departement Pekerjaan Umum, yaitu RSNI T – 02 – 2005 tentang Standar
Pembebanan untuk Jembatan. Standar ini merupakan ketentuan pembebanan dan
aksi-aksi lainnya yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya
termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunanbangunan sekunder yang terkait
dengan jembatan. Beban-beban dan aksiaksi metode penerapannya dapat di
kombinasi dengan kondisi tertentu, dengan seizin pejabat yang berwenang.
Butir-butir tersebut
diatas harus digunakan untuk perencanaan seluruh
jembatan termasuk
jembatan dengan bentang yang panjang, dengan bentang
utama > 200 m.
A. Umum
a)
Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang
tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan.
b)
Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan
percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini
adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam
bahan diberikan dalam tabel terlampir.
c)
Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan
batas, akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi masalah
tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan
massa diambil dari suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak dapat
ditentukan dengan tepat, maka perencanaan harus memilih harga tersebut untuk
memperoleh keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan sesuai
dengan yang tercantum dalam standar ini tidak dapat diubah.
d)
Beban
mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktur dan
elemen-elemen non struktur. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap
sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu mernerapkan faktor beban biasa yang
terkurangi. Perencanaan jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya didalam
menentukan elemen-elemen tersebut.
e)
Tipe
aksi, dalam hal tertentu aksi bisa meningkatkan respon total jembatan
(mengurangi keamanan) pada salah satu bagian jembatan, tetapi mengurangi respon
total (menambah keamanan) pada bagian lainnya.
a)
Tidak
dapat dipisah-pisah, artinya aksi tidak dapat dipisah kedalam salah satu bagian
yang mengurangi keamanan dan bagian lalin yang menambah keamanan (misalnya
pembebanan “T”).
b)
Tersebar
dimana bagian aksi yang mengurangi keamanan dapat diambil berbeda dengan bagian
aksi yang menambah keamanan (misalnya beban mati tambahan).
B. Beban Sendiri
Beban mati jembatan terdiri dari
masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non struktural. Masing-masing
berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu
menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Perencana jembatan harus menggunakan
kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut.
C.
Beban
Mati Tambahan/Utilitas
Beban mati tambahan adalah berat seluruh
bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen
non-struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.
D.
Beban
Terbagi Rata (BTR)
Mempunyai intensitas q kPa, dimana
besarnya q tergantung pada
panjang total yang dibebani L seperti
berikut:
L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa
L > 30 m : q = 9,0 [ 0,5 + 15 /
L ] kPa
dengan pengertian:
- q adalah intensitas beban terbagi
rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan.
- L adalah panjang total jembatan yang
dibebani (meter).
Hubungan ini bisa dilihat dalam gambar 2.2
panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan.
BTR memungkinkan harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan
pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau
bangunan khusus.
E.
Beban
Garis Terpusat (BGT)
Beban garis terpusat (BGT) dengan
intensitas pKN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu litas
pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 KN/m. Untuk mendapatkan
momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik
harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang, jembatan pada bentang
lainnya.
F.
Beban
Garis Terpusat (BGT)
Beban garis terpusat (BGT) dengan
intensitas pKN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu litas
pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 KN/m. Untuk mendapatkan
momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang
identik harus ditempatkan pada posisi
dalam arah melintang, jembatan pada bentang lainnya.
G.
Beban
Truk “T”
Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan
truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as. Dimana berat dari
masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan
bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut
bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar
pada arah memanjang jembatan.
H.
Beban
Pejalan Kaki
Bekerjanya
gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau
untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan
gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu
lintas. tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan.
Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan
titik tangkap setinggi 1,8m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D
disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, q = 9 kPa.
I.
Gaya
Rem
Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa
memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana beban
lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh gaya rem
(seperti pada stabilitas guling dari
pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh
digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.Pembebanan lalu lintas 70%
dan faktor pembesaran di atas 100 % BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.
Alfian Calviro Nugroho
10316560
3TA06
I Kadek Bagus Widana Putra
Comments
Post a Comment